Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Pengusahaan Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA)

Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA) atau yang lebih dikenal dengan drone, disadari atau tidak, di masa mendatang akan menjadi tulang punggung transportasi udara. Pada beberapa negara maju seperti AS dan China, PUTA sudah dikembangkan baik dari sisi teknologi, operasional maupun komersial (pengusahaan).

Di Indonesia, PUTA dalam kondisi terbatas telah digunakan untuk beberapa hal, di antaranya survey/mapping, fotografi udara, pertanian, pertambangan dan demo flight. Putra-putri Indonesia juga telah banyak yang mampu memproduksi dan mengoperasionalkan PUTA.

Dengan berkembang pesatnya pemanfaatan PUTA, tentu perlu dibuat kebijakan dan aturan dari berbagai aspek. Saat ini kebijakan dan pengaturan tersebut masih seputar aspek keselamatan penerbangan dan kelaikudaraan. Untuk itu perlu dibuat kebijakan dan aturan dari aspek pengusahaan (komersial) untuk melengkapi aturan yang telah ada dan mendorong pertumbuhan ekosistem pengusahaan PUTA yang berkelanjutan di Indonesia.

Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan telah menginisiasi pembuatan kebijakan pengusahaan tersebut dan pada hari ini, Kamis (13/11) dilakukan focus group disscussion (FGD) untuk membahas penyusunan rekomendasi kebijakan pengusahaan PUTA di Indonesia.

FGD dilaksanakan di Kantor BKT, daerah Gambir, Jakarta dan dipimpin oleh Kepala Pusat Kebijakan Lalu Lintas dan Angkutan Transportasi M. Arief Affandi.

Dalam FGD dipaparkan hasil kajian yang dilakukan oleh tim BKT dan dilanjutkan pemaparan oleh Prof. Dr. Gesang Nugroho, S.T., M.T., dari Universitas Gadjah Mada dan Hemi Pamuraharjo, SH.DESS., dari Politeknik Penerbangan Indonesia Curug. INACA yang diwakili oleh Kepala Data dan Publikasi Gatot Rahardjo turut menghadiri FGD tersebut.

INACA menyambut baik dilakukannya kajian untuk membuat kebijakan pengusahaan PUTA, dengan harapan nantinya akan dapat melengkapi dan turut mengembangkan industri penerbangan nasional. Aturan-aturan terkait pengusahaan PUTA diharapkan dapat diintegrasikan dengan aturan pengusahaan pesawat konvensional yang sudah ada selama ini sehingga tercipta iklim usaha yang sehat.