Menindaklanjuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Bapak Presiden RI, tanggal 25 Februari 2020 mengenai Insentif Transportasi Kepariwisataan di 10 destinasi pariwisata, maka Sekretariat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub melakukan pembahasan Antarkementerian Rancangan Peraturan Presiden tentang Insentif Bidang Penerbangan dalam rangka menunjang Pariwisata Nasional, bertempat di Gedung Karsa Lantai 7 Kemenhub Jakarta, Selasa (3/3/2020)
Rapat dipimpin Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kemenhub, Wahju Adji H, SH, DESS didampingi Direktur Angkutan Udara, Maria Kristi Endah Murni.
Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja dan Sekjen INACA Bayu Sutanto selaku asosiasi yang mewakili stakeholder maskapai penerbangan nasional hadir memenuhi undangan dalam acara ini.
Dalam kata sambutan awalnya, Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kemenhub, Wahju Adji H menyampaikan, penyelesaian rancangan Peraturan Presiden mengacu pada Peraturan Presiden No 87 Tahun 2014, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dimana pada pasal 66 ayat (1) menyebutkan “Dalam hal penyusunan Rancangan Peraturan Presiden bersifat mendesak yang ditentukan oleh Presiden untuk kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, Pemrakarsa secara serta merta dapat langsung melakukan pembahasan Rancangan Peraturan Presiden dengan melibatkan Menteri, menteri/pimpinan Lembaga pemerintah nonkementerian dan/atau lembaga lain yang terkait”.
“Kami menggunakan pasal 66 ini untuk penyelesaian rancangan Peraturan Presiden tentang Insentif Bidang Penerbangan dalam rangka menunjang pariwisata nasional”, jelas Wahju Adji.
Wahju melanjutkan, Rancangan Perpres ini terdiri dari pemberian insentif di bidang penerbangan, pelayanan jasa penumpang angkutan udara (PJP2U), kemudian harga bahan bakar pesawat udara dan juga biaya jasa navigasi penerbangan.
“Sedangkan lokasi destinasi pariwisata itu ada 10 Bandar Udara yaitu, Bandara Internasional Hang Nadim Batam, Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Bandara Komodo Labuan Bajo, Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid Lombok, dan Bandara Abdulrachman Saleh Malang, Kemudian, Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado, Bandara Internasional Sisimangaraja Silangit, Bandar Udara Internasional H.AS. Hanandjoeddin Tanjung Pandan, dan Bandara Raja Haji Fisabilillah Tanjung Pinang”, terang Wahju.
Selanjutnya Wahju menjelaskan, bentuk dan besaran insentif yang pertama AP I dan AP II untuk memberikan potongan PJP2U sebesar 20 persen. Kemudian PT Pertamina (persero) untuk memberikan potongan harga bahan bakar pesawat udara atau avtur sebesar 10 persen. Airnav untuk memberikan potongan biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan sebesar 20 persen.
Terkait tugas dari beberapa instansi antara lain, Menteri Keuangan bertugas untuk memastikan penyiapan anggaran guna pemberian insentif angkutan udara. Menteri Perhubungan bertugas untuk melakukan pengawasan dan rekonsiliasi pelaksanaan Peraturan Presiden ini dalam setiap minggunya. Kemudian Menteri BUMN memastikan dan melakukan pengawasan kepada badan usaha untuk melakukan pemberian insentif sesuai dengan Peraturan Presiden ini. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bertugas untuk memastikan tercapainya peningkatan kunjungan wisata di 10 destinasi pariwisata.
Masa berlaku insentif transportasi udara adalah sejak tanggal 1 Maret hingga 31 Mei 2020. Insentif ini berlaku surut sejak tanggal 1 Maret 2020.
“Bahwa suatu peraturan atau suatu keputusan Presiden, Menteri dan sebagainya dapat berlaku surut apabila peraturan tersebut adalah menguntungkan masyarakat”, jelasnya.
Sedangkan Direktur Angkutan Udara, Maria Kristi menyampaikan, ada 10 destinasi yang penerbangannya akan dijalankan oleh 7-8 badan usaha angkutan udara nasional.
Lalu Kepala Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Marta Hardisarwono menyampaikan bahwa, kalau bicara anggaran yang paling penting adalah legalitasnya. Nantinya diharapkan juga bisa dipilah mana yang ada dalam Peraturan Presiden, mana yang ada dalam PMK/Peraturan Menteri Nanti dalam pelaksanaan rancangan Peraturan Menteri tersebut agar dimasukan waktu pembayaran pertama itu Inspektorat sudah masuk. Waktu 3 bulan kemudian setelah sudah selesai, PKP masuk. Jadi kalau Perpresnya ini makin cepat, maka 11, 12 atau 13 Maret diharapkan DIPAnya sudah keluar.
Senada dengan Marta Hardisarwono, Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menyampaikan pentingnya Peraturan Presiden sebagai dasar hukum dari kegiatan pemberian insentif maskapai.
“Saya mewakili maskapai yang nanti sekiranya akan mendapatkan insentif dari pemerintah. Saya sepakat dengan Bapak Marta, yang paling penting adalah Peraturan Presiden-nya nanti, karena itu yang akan menjadi dasar hukum dari kegiatan pemberian insentif kepada maskapai swasta maupun maskapai BUMN. Nanti akan kita sampaikan kepada anggota asosiasi berjadwal yang memiliki rute ke 10 destinasi pariwisata. Namun dari sisi kami juga akan melakukan pengawalan karena kita paham dalam 3 bulan kedepan akan banyak koordinasi-koordinasi yang saya pikir membutuhkan asosiasi sebagai jembatan yang bisa membantu sehingga dikemudian hari tidak menyulitkan semua pihak pada saat pemeriksaan”, kata Denon Prawiraatmadja.
Sekjen INACA Bayu Sutanto ikut menambahkan, terkait pemberian insentif ini payung hukumnya harus jelas dan juga perlunya komunikasi publik yang baik.
“Kami INACA dan juga anggota maskapai tentu akan mendukung karena ada dampak positifnya pada kita. Mungkin yang perlu ditambahkan disini dari kemenhub adalah masalah komunikasi publiknya. Karena ini payung hukumnya saja kita masih proses. Sebetulnya sebelum Peraturan Presiden ini, di pasar itu tarif sudah dibawah insentif ini. Kami berharap dengan insentif load factor akan meningkat. Jadi sekali lagi payung hukumnya harus jelas. Karena dari pihak Pertamina dan Angkasa Pura kita juga belum tahu secara jelas mekanisme seperti apa”, tegas Bayu.
Setelah ada beberapa tanggapan dari beberapa kementerian terkait, akhirnya pembahasan rancangan Peraturan Presiden pemberian insentif tersebut selesai tepat waktu. Selanjutnya sesuai Peraturan Presiden No 87 Tahun 2014, pasal 66 ayat (2), maka hasil pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tersebut akan langsung disampaikan kepada Presiden untuk ditetapkan. (*)